Ibadah Puasa Adalah Model Karantina Terbaik

by -156 views
DR. H. Abdul Wahid, MA

Oleh: DR. H. Abdul Wahid, MA

(Muballigh dan Akademisi Makassar)

Infolain.com – Makassar, Ibadah puasa ramadhan bersifat tahunan dilakukan oleh kaum muslimin beda dengan shalat lima waktu yang dilakukan lima kali sehari semalam. Puasa di dalam bahasa Arab disebut as shiyam yang berarti “menahan”. Sementara dalam ilmu fiqh puasa adalah sebuah proses menahan diri untuk tidak makan minum dan berhubungan badan suami istri sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari di ufuk Barat.

Ibadah puasa dalam Islam hukumnya wajib sebagaimana diinformasikan dalam QS. al-Baqarah :183.

“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang yang bertakwa”.

Ibadah puasa sebagaimana telah disebutkan di atas adalah sebuah proses “menahan diri”, tentu yang menjadi esensi dari ibadah puasa adalah tidak hanya sekadar menahan diri agar tidak makan, minum dan berhubungan badan suami istri di siang hari ramadhan sebab yang demikian ini sifatnya hanya lahiriah (fisik) saja tapi lebih dari itu harus mampu menahan diri dari yang sifatnya batiniah (non fisik), seperti tidak menceritakan aib, berkata kotor, dusta kepada orang lain dan seterusnya. Konteks menahan diri ini bisa kita sebut sebagai “karantina”, yang sejak awal telah diperkenalkan oleh Islam melalui ibadah puasa.

Karantina yang memadukan antara lahiriah dan batiniah yang dilakukan oleh orang sedang berpuasa adalah model karantina terbaik. Tidak heran jika seorang muslim yang sedang berpuasa namun tidak mampu memadukan model karantina lahiriah dan batiniahnya, maka mereka tidak mendapatkan ganjaran pahala dan manfaat dari puasanya, sebagaimana disinyalir oleh Nabi Saw. dalam salah satu hadits berikut: “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thabrani).

Hadis ini semakin menguatkan bahwa puasa adalah salah satu model karantina terbaik dalam menghadapi seluruh problematika kehidupan di dunia ini, termasuk saat ini dalam menghadapi penyebaran virus Covid-19 di tanah air.

Ketika pemerintah telah menghimbau kepada warga masyarakat untuk melakukan kegiatan dan ibadah di rumah, maka yang demikian ini bisa disebut sebagai karantina diri. Mengkarantina diri atau menahan diri, secara disiplin dan konsisten untuk sementara tidak keluar rumah demi untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 adalah sejalan dengan perintah puasa agar orang yang sedang berpuasa harus mampu menahan, mengendalikan (mengkarantina) hawa nafsunya dari hal-hal yang bersifat fisik dan non fisik, demi menggapai predikat “takwa”.

Predikat takwa sebagai tujuan akhir dari ibadah puasa diantara parameternya adalah kepatuhan seorang muslim terhadap perintah Allah dan kepatuhan untuk menjauhi larangan Allah Swt. baik dalam keadaan lapang maupun sempit, sebagaimana yang pernah dipesankan oleh Nabi Saw. kepada salah seorang sahabatnya “Bertakwalah engkau kepada Allah di mana pun engkau berada” (HR. Ahmad, Tirmidzi).

Kepatuhan kepada Allah dan RasulNya adalah sejalan wajibnya dengan patuh kepada seorang pemimpin (pemerintah) sebagaimana disebutkan di dalam QS. an Nisa’: 59. Implementasi dari sikap takwa sebagai akibat ibadah puasa dari seorang muslim adalah berangkat dari kesadaran bahwa di mana pun ia berada senantiasa diawasi oleh Allah Swt. dan setiap perbuatan akan dibalas (diminta pertanggungjawaban) kelak di akhirat (QS. al-Zalzalah:7-8).

Kesadaran akan bahaya yang akan ditimbulkan oleh virus Covid-19 ketika ia keluar rumah dan berkumpul dengan banyak orang, inilah kemudian akan membantu pemerintah dalam menanggulangi dan memutus mata rantai penyebaran virus ini. Sebab tanpa didukung oleh kesadaran dari masyarakat akan bahayanya berkeliaran, dan berinteraksi di luar rumah, maka semakin sulit virus ini untuk dihentikan penyebarannya di republik ini.

Untuk itu, haruslah masyarakat sadari bahwa jika ia keluar rumah, maka dua kemungkinan yang akan terjadi yakni kalau bukan dia yang akan menularkan virus kepada orang lain, atau sebaliknya orang lain yang akan menularkan virus kepada dia. Karenanya anjuran pemerintah untuk tetap tinggal di rumah (stay at home), menjaga jarak dengan orang lain, adalah satu-satunya langkah yang paling efektif untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 di tanah air dan telah relevan dengan tujuan akhir dari ibadah puasa yakni menuju manusia yang bertakwa.

Semoga kita sebagai masyarakat memiliki kesadaran bersama untuk patuh pada anjuran pemerintah khususnya dalam memutus mata rantai penyebaran virus ini, sehingga kita berharap pula virus ini segera berakhir dari bangsa Indonesia bahkan muka bumi ini atas pertolongan dan izin dari Allah SWT.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *