Oleh: DR. H. Abdul Wahid, MA
(Muballigh dan Akademisi Makassar)
Infolain.com – Salah satu hal yang paling menarik dan menjadi sorotan serta perbincangan publik di republik ini adalah masalah “politik”. Politik dalam keberadaannya sebagai bagian dari kebutuhan dalam bernegara tak jarang publik menilainya sebagai sesuatu yang “kotor, dan buruk”, hal ini terjadi karena masyarakat memiliki pengalaman selama ini betapa politik yang dipraktikkan oleh para elit di republik ini sering berujung pada ancaman gangguan kamtibmas hingga ancaman disintegrasi bangsa, karena lebih didominasi sentimen dibandingkan argumen.
Praktik politik yang selalu dijalankan di republik ini terutama dalam konteks pemilihan kepala daerah sering menjadi ancaman yang dapat mengganggu kamtibmas di lapangan, tak heran pemerintah sebagai penyelenggara pemilu jauh-jauh hari telah melakukan berbagai langkah pencegahan agar proses politik dan demokrasi dapat berjalan dengan lancar dan aman tanpa mengganggu kamtibmas di lapangan. Diantara langkah yang dilakukan pemerintah misalnya pelarangan menggunakan kampanye hitam, yakni menyampaikan informasi yang tidak berdasarkan fakta dan mengarah pada fitnah terhadap orang lain atau peserta pemilu lain. Pelarangan ini juga telah diatur oleh Undang-undang misalnya pada pasal 280 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan telah mengatur sejumlah larangan bagi pelaksana, peserta dan tim sukses dalam berkampanye. Diantara poin dari Pasal 280 ayat (1) tersebut mengatur larangan kampanye hitam, yang terkait dengan menghina seseorang atau SARA, menghasut dan mengadu domba serta mengganggu kamtibmas.
Dalam pilkada Makassar tahun ini tidak menutup kemungkinan isu dan model kampanye hitam ini, akan menjadi bagian yang akan mewarnai proses demokrasi kita, sebab belajar dari banyak pilkada di daerah lain termasuk di Makassar sendiri pada tahun-tahun sebelumnya para kontestan dan tim sukses sering menggunakan kampanye hitam sebagai salah satu cara untuk menyerang dan menjatuhkan lawan politiknya. Model ini dapat diklasifikasikan sebagai politik yang mengedepankan sentimen dibandingkan argumen dan masuk kategori kampanye hitam (black campaign)
Diantara isu yang sering dimasukkan dalam konten kampanye hitam (black campaign) di Makassar khususnya adalah masalah politik dinasti dan keterlibatan pasangan calon terhadap kasus korupsi, apa lagi Makassar secara khusus telah menjadi daerah yang tercatat oleh KPK rawan terhadap tindak pidana korupsi, sehingga parpol harus ekstra hati-hati untuk memberi rekomendasi terhadap pasangan calon yang akan maju di pilkada Makassar tahun ini.
Terkait dengan menghadapi pilkada Makassar, secara khusus Polda Sulawesi Selatan meningkatkan konsentrasinya untuk mengawal, dan menjaga kondusifitas kota daeng, agar tidak terganggu keamanannya dengan adanya pesta demokrasi yang akan digelar beberapa bulan mendatang. Dan salah satu masalah yang konsen dipantau oleh tim siber Polda Sulsel adalah kampanye hitam (black campaign) dan berita hoax terutama melalui sosial media yang pergerakannya sangat cepat dan masif.
Sebagai bangsa yang telah menjadikan Pancasila sebagai ideologi dan agama sebagai inspirasi dalam kehidupan sehari-hari, kita sepakat bahwa korupsi adalah musuh kita bersama yang tidak hanya dilarang oleh negara tapi sangat tercela di hadapan Tuhan, akan tetapi dalam konteks pemilu jika isu korupsi ini dipelintir oleh oknum elit politik tertentu yang tujuannya untuk menjatuhkan pasangan calon lainnya ini yang kurang bijak dan tidak benar.
Dilihat dari perspektif Islam menjatuhkan orang lain yang didasari dengan sentimen, iri, kebencian dan sejenisnya adalah sesuatu yang bukan bagian dari karakter seorang Mukmin sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 54. Dalam konteks ini secara tegas disebutkan pula dalam salah satu hadis, ”Dari Anas bin Malik ra. Ia berkata bahwa Nabi saw. bersabda, Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling memalingkan muka, dan saling memutuskan ikatan, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah bersaudara… (HR. Bukhari dan Muslim).
Pesan moral dari hadis ini ialah seorang muslim itu bersaudara, diikat oleh nilai-nilai tauhid. Untuk itu sudah sejatinya orang yang bersaudara walaupun mereka memiliki perbedaan pandangan dan pilihan politik agar tetap saling menjaga dan menghargai, jauh dari sikap iri, dengki dan sentimen, sebab yang paling penting dari segalanya adalah nilai persaudaraan sebagai sesama anak bangsa dan sesama muslim.
Untuk itu, kita berharap ke depan dalam pelaksanaan pemilu di kota Makassar khususnya, para pasangan calon yang maju dalam kontestasi pemilihan wali kota, mereka lebih banyak beradu argumen dengan program-program kerja yang positif dibandingkan dengan beradu sentimen yang menjurus pada hal-hal yang negatif, sehingga masyarakat semakin dicerdaskan dan pada akhirnya masyarakat semakin selektif dalam menentukan pilihannya terhadap pasangan calon yang diharapkan mampu memimpin kota Makassar lima tahun mendatang tanpa ada tekanan, paksaan dari pihak mana pun dan yang tak kalah pentingnya kamtibmas di kota daeng bisa tetap terjaga dengan baik.